Balada Cinta; Anak Laki-laki Dengan Perempuan Tua

11:14 pm Posted by write over the rainbow

“Kangen”, itu kata yang sering dia katakan padaku, tanpa tahu arti dari kata “kangen” tersebut. Kata yang sebenarnya bermakna indah, jika kita benar-benar merasakannya. Tapi sayangnya, dia tak pernah merasakan seperti apa yang diartikan oleh kata “Kangen” itu. Dia tak pernah kangen pada diriku. Itu hanya sebuah kata yang terucap oleh sebuah bibir. Sebuah kata untuk menarik perhatianku. Seorang perempuan tua. Perempuan tua yang butuh kasih sayang dari lawan jenis. Perempuan tua yang sudah lama tak merasakan cinta. Merasakan cinta dan dicintai. Perempuan tua yang trauma akan kegagalan akan masa lalu.

Dia hanya seorang anak laki-laki yang tidak tahu dan belum tahu apa-apa tentang hidup. Dia hanya mencintai apa yang dia lihat, tapi tak mengerti tentang apa yang dia lihat. Dan aku, hanya seorang perempuan tua yang seperempat abad hidupku, telah kuhabiskan untuk mencari arti ‘hidup’ itu sendiri. Pengalaman adalah guruku, tapi tak banyak aku selalu jatuh pada lubang yang sama. Jadi, pengalaman tak menjamin kita untuk tidak melakukan kesalahan yang sama, bukan?

Aku menyukainya. Ya, aku menyukai anak laki-laki itu. Anak laki-laki yang selalu mengirimi-ku pesan singkat pada ponsel-ku. ‘Kangen’. Itu yang selalu dia sampaikan pada pesan singkatnya. Pesan yang dikirim kepada perempuan tua yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Yah, mungkin dia sudah pernah melihatku melalui foto yang aku pasang pada salah satu laman jejaring sosial ku. Tapi, tetap saja, aku menganggapnya ‘dia belum pernah bertemu denganku’ atau ‘kami belum pernah bertemu sama sekali’. Pesan singkat yang selalu dikirim setiap hari, terkadang mengangguku, tapi tak jarang membuat ku tertawa-tawa disertai warna merah delima di pipiku. Laiaknya seorang gadis yang sedang jatuh cinta. Yah, mungkin aku jatuh cinta pada anak laki-laki ini.

Pertanyaannya. Bisakah dua orang yang belum pernah bertemu, merasakan jatuh cinta satu sama lain? Yah, mungkin tidak satu sama lain tapi pada satu pihak saja. Maksudku, yah, bisakah seorang perempuan tua sepertiku bisa merasakan jatuh cinta pada seorang anak laki-laki yang belum pernah aku lihat sebelumnya?? Atau sebaliknya.

Suatu hari, aku mengetahui bahwa anak laki-laki ini ternyata sudah mempunyai ‘teman’, OK, pacar. Aku tak ambil pusing. Dia hanya seorang anak laki-laki dan aku hanya seorang perempuan tua. Jadi, untuk apa aku harus ambil pusing? Tapi, untuk apa dia mengirimiku pesan singkat yang berisi kata ‘kangen’ tersebut? Seperti yang kubilang di atas, dia tak pernah merasakan apa yang sebenarnya dari kata ‘kangen’ itu. Dia hanya ingin menarik perhatianku. Dia hanya ingin bermain-main.

Hari lain, di pagi hari yang sangat pagi sekali. Hmmm, aku masih ingat jelas waktu itu, jarum jam dindingku mengarah pada pukul 02.30 pagi. Anak laki-laki ini, menanyakan tentang “Mau dibawa kemana hubungan ini?” kepadaku melalui telephone. Dan aku menjawab dengan bingung, “Hmmm, aku tidak tahu… Memangnya mau dibawa kemana hubungan ini??”

“Apa kau mau menjadi pacarku?’. Anak laki-laki itu bertanya dengan singkat dan jelas. Langsung pada intinya, tanpa basa basi. Dan ‘pacar’? Apa di umurku yang sekarang ini aku masih mencari seorang pacar? Oh, tentu tidak. Aku mencari seorang pria, untuk ku jadikan suami. Bukan seorang anak laki-laki yang di pagi buta mengajak seorang perempuan tua untuk menjadi pacar keduanya melalui saluran telephone. Menggelikan.

“Bagaimana dengan pacarmu?” Aku bertanya dengan santai, dan tentu saja aku belum menjawab satu katapun tentang ajakannya untuk menjadi pacarnya.

“Yaaa, jangan sampai ketahuan saja…” Terlalu sederhana untuk sebuah jawaban seseorang yang akan berselingkuh. Standar lah. Ck.. Aku lanjutkan.

“Bagaimana hubunganmu saat ini dengan pacarmu? Apa semuanya berjalan dengan lancar?” Sedikit interogasi. Tunggu, kenapa aku harus perduli tentang hubungannya dengan pacarnya itu?

“Ya begitulah… seperti orang pacaran…” Sejenak aku berpikir, jawaban apa itu?? ‘Ya begitulah, seperti orang pacaran.’. Dasar anak kecil!

“Sudah berapa lama kau berhubungan dengannya?” Lagi. Aku bertanya tentang hubungan mereka. Seakan-akan hasil wawancara ini akan memberikan keputusan ‘Apa aku mau menjadi pacarnya atau tidak.’ Aku seperti sedang memberi pertanyaan angket kepada anak laki-laki ini. Lucu.

“Aku tidak tahu. Aku tidak pernah menghitung sudah berapa lama aku menjalin hubungan dengannya. Dan, kenapa juga aku harus menghitungnya?!” Cuek. Tidak perduli. Itu kesan yang aku dapat dari anak laki-laki ini.

“OK. Setahu ku, dari laman jejaring sosialmu, kau menjalin hubungannya sejak November tahun kemarin. Jadi, kira-kira sudah…” Aku mulai menghitung dengan jariku, tapi aku tak bisa, aku tak bisa berkonsentrasi. “Ya, kau hitung sendirilah…” Aku menyerah. Hitung-menghitung bukanlah keahlianku.

“Tujuh bulan. Maksudku, akan masuk bulan ke tujuh.” Dia menghitungnya.

“Hmmm, sepertinya kau sedang mengalami rasa bosan atau jenuh dalam hubunganmu… Pfufh, tentunya banyak godaan juga disekitarmu? Kembali menjadi laki-laki yang bebas atau merasakan cinta yang lain.” Aku menghela nafas.

“Ya, banyak godaan. Dan kau adalah godaan itu.” Dia tertawa kecil, dan aku tertawa besar. Kaget sekali mendapat jawaban seperti itu. (Menghelas nafas) Wow, seorang anak laki-laki yang berbicara laiaknya orang dewasa. Mungkin dia tidak sepenuhnya anak kecil. Dia sedang mengalami pertumbuhan, pastinya. Dari seorang anak laki-laki menjadi seorang pria.

“Hey, dengarkan aku… Aku tak pernah menggodamu. Kau yang menggodaku lebih dulu. Kau selalu mengirimiku pesan yang berkata ‘kangen’ padahal kau belum pernah bertemu dengan ku sebelumnya. Kemudian, sekali dua kali kau menelponku di malam hari bahkan di pagi hari. Bagaimana mungkin bisa kau merindukan orang yang belum pernah kau lihat? Itu aneh, bagiku. Kau tahu itu?”

Dan anak laki-laki itu hanya tertawa kecil. “Apa kau tidak merasakan apa-apa terhadapku?”

“Apa? Aku tidak mengerti dengan pertanyaanmu. Tidak merasakan apa-apa, maksudmu?” Aku bertanya. Aku tidak mengerti apa yang sedang dia tanyakan.

“Maksudku, apa kau tidak merasakan, hmmm.. mungkin, ‘jatuh cinta’ padaku? Atau sebuah perasaan yang lainnya mungkin? Suka? Atau apalah itu?” Sejenak aku berpikir, siapa yang sedang berbicara dengan ku saat ini? Seorang anak kecil atau seorang pria dewasa?

“Apa kau hanya merasakan perasaan ‘biasa-biasa’ saja terhadapku?”

“Hmmm..Bagaimana aku menjawabnya? Okay, akan aku jelaskan. Begini, aku belum pernah bertemu denganmu. Tapi kau selalu mengirimiku pesan ‘kangen’ pada ponselku. Dan kini kau menanyakan perasaanku terhadapmu? Ini aneh. Sekali lagi, aneh. Aku masih bertanya-tanya, bagaimana mungkin kau bisa berkata ‘kangen’ pada orang yang belum pernah kau lihat sebelumnya. Kata ‘kangen’ itu akan ada dan akan terucap ketika kau telah bertemu dengan seseorang yang kemudian, orang itu pergi dari hidupmu dalam jangka waktu yang singkat atau panjang. Atau bahkan orang tersebut tidak akan pernah kembali lagi dalam hidupmu. Kau mengerti maksudku? Dan tentang perasaanku terhadapmu… Aku menyukaimu. Ya, aku menyukaimu. Tapi… (aku tertawa kecil) maaf aku masih bingung…aku bahkan belum pernah denganmu…”



“Jadi, apa kau mau jadi pacarku?” Dengan pertanyaan yang sama dia masih tanpa basi-basi.

“Oh Tuhan…” Aku berpikir sepersekian detik. Aku seperti sedang ditawari uang 2 Miliar di depan mata. ‘mau atau tidak?’. Tunggu, mungkin aku terlalu berlebihan untuk menyamakan ajakan anak laki-laki ini menjadi pacarnya dengan uang 2 Miliar. “OK.”

“OK? Apa itu artinya, ‘ya, aku mau jadi pacarmu’ atau ‘ya, kau mau jadi pacarku’?”

“Seperti yang kau pikirkan.” Pasrah sekali aku menjawab.

“Aku mencintai mu! Pfiuh…. Percakapan ini membuatku lapar. Aku mau makan dulu. (dia tertawa senang). Aku mencintai mu!’

Beep. Telephone itu tertutup.

Dan aku…
“Oh Tuhan, apa yang telah ku katakan?? Apa aku telah menjawab ‘YA’ tadi???” Aku menutup muka dengan kedua tanganku.

Ya, begitulah ceritaku dengan anak laki-laki itu. Dan sekarang aku adalah perempuan tua yang sedang berhubungan dengan seorang pria yang umurnya di bawah umurku. Seorang pria yang mempunyai perempuan lain selain diriku. Seorang pria, yang baru satu kali aku bertemu dengannya setelah dua bulan kami menjalin hubungan. Aneh.

Kangen, berasal dari kosakata Jawa. Dalam pembendaharaan kosakata Bahasa Indonesia, kata ini hanya digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kangen, artinya sangat ingin akan bertemu. (Kamus Umum Bahasa Indonesia – 1976)

0 komentar:

Post a Comment